Akhir-akhir ini di media massa maupun elektronik sering memberitakan masalah kisruh di tubuh PSSI. Berbagai macam demonstrasi dilakukan di berbagai daerah sampai ke ibukota negeri ini, ada sebagian yang pro dan tidak sedikit yang kontra terhadap kepengurusan PSSI yang sekarang dipimpin oleh Nurdin Halid Cs.
Para demonstran yang kesemuanya adalah para suporter sepak bola di seluruh tanah air menuntut untuk melakukan perubahan (baca: revolusi) di tubuh PSSI, karena mereka menilai PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin Halid Cs tidak memberikan perubahan yang signifikan, bahkan tidak pernah ada prestasi yang membanggakan bangsa Indonesia.
Kekecewaan mereka bertambah ketika Nurdin Halid kembali mencalonkan diri (dicalonkan; versi Nurdin Halid) untuk menjadi ketua umum PSSI periode 2011-2015 pada Kongres PSSI di Tanah Lot, Tabanan Bali, 26 Maret mendatang.
Namun belum lagi dilaksanakan, kongres tersebut sudah banyak menuai protes dari masyarakat. Karena layaknya pemilu pada umumnya yang sarat muatan politik, tampaknya di dalam rentetan pelaksanaan kongres PSSI ini juga kental muatan politisnya, setidaknya bisa dicermati pada waktu penetapan calon ketua umum PSSI oleh tim verifikasi yang penuh dengan kontroversi.
Hal inilah yang banyak mengundang reaksi dari para pecinta sepak bola tanah air, mulai dari penolakan sampai ancaman pemboikotan dilancarkan di berbagai daerah. Harapan masyarakat Indonesia tentunya dengan adanya perubahan di tubuh PSSI nantinya akan banyak membawa kemajuan, baik dari segi struktur organisasi, manajemen, program-program yang pro kepada persepakbolaan Indonesia sampai kepada prestasi tim nasional Indonesia.
Revolusi PSSI
Harapan masyarakat Indonesia kembali muncul, ketika akan diadakannya kongres PSSI yang salah satu agendanya yaitu pemilihan ketua umum. Masyarakat berfikir di sinilah saatnya melakukan perombakan terhadap kepengurusan PSSI yang selama ini dihuni oleh orang-orang yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada prestasi. Apalagi ketika muncul nama-nama calon ketua umum baru yang diyakini bisa membawa perubahan di tubuh PSSI yaitu George Toisutta dan Arifin Panigoro.
Kedua nama ini diharapkan mampu bersaing dengan ketua umum lama, Nurdin Halid yang tampaknya masih betah memimpin PSSI sekaligus mempertahankan status quo lima tahun ke depan.
Rupanya harapan tinggal harapan, karena ketika dilakukan verifikasi terhadap kelayakan seseorang untuk menjadi ketua umum oleh Komite Pemilihan Komite Eksekutif PSSI kedua nama tersebut tidak lolos verifikasi, Arifin Panigoro gagal karena terlibat Liga Primer Indonesia (LPI) dan tidak aktif di persepakbolaan selama lima tahun berturut-turut sedangkan George Toisutta tidak aktif selama lima tahun di dunia sepak bola, dan yang lolos verifikasi hanya Nurdin Halid dengan Nirwan Bakrie.
Lolosnya Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie serta tidak lolosnya George Toisutta dan Arifin Panigoro mengundang banyak pertanyaan. Karena jika menilik dari statuta FIFA yang notabene merupakan induk organisasi sepak bola dunia yang tentunya harus dipatuhi oleh PSSI, jelas-jelas bahwa salah satu calon ketua umum yaitu Nurdin Halid tidak bisa lolos dari verifikasi untuk pencalonan sebagai ketua umum PSSI periode 2011-2015, karena Nurdin Halid pernah menjalani hukuman penjara. Dalam statuta FIFA pasal 32 ayat 4 itu disebutkan “The members of the executive committee…must not have been previously found guilty of a criminal offence” artinya anggota Komite Eksekutif tidak boleh pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal.
Jika bercermin dari aturan FIFA tersebut tentunya sangat tidak bisa dibenarkan apa yang telah dilakukan oleh tim verifikasi PSSI tersebut dan ditakutkan ini akan menjadi preseden yang buruk bagi bangsa Indonesia. Namun, tim verifikasi bergeming dan terus melaksanakan keputusan, mereka beralasan dalam melakukan verifikasi berlandaskan kepada statuta PSSI pasal 35 ayat 4 yang sebenarnya sudah dirubah, karena di situ ditulis “Anggota Komite Eksekutif…harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal pada saat kongres serta berdomisili di wilayah Indonesia” dan menurut mereka Nurdin Halid memenuhi kriteria tersebut karena hak-haknya sudah pulih untuk kembali mencalonkan diri. (Tribunnews.com).
Menanggapi permasalahan di atas tampaknya pemerintah pun gerah. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng meminta Komite Pemilihan melakukan koreksi terhadap hasil verifikasi tersebut, keinginan dari Menpora tersebut berbanding lurus dengan keinginan para pecinta sepak bola tanah air. Menpora menegaskan jika PSSI tidak mendengarkan keinginan tersebut dan tetap melaksanakan keputusan mereka maka pemerintah akan memberikan sanksi, bentuk sanksi yang diberikan bisa berupa pencabutan izin PSSI hal ini sesuai dengan PP No.16 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan keolahragaan. Pada pasal 122 disebutkan bantuk sanksi administrasi meliputi peringatan, teguran tertulis, pembekuan izin sementara, pencabutan izin, pencabutan keputusan atas pengangkatan atau penunjukkan atau pemberhentian, pengurangan, penundaan atau penghentian penyaluran dana bantuan dan/atau kegiatan keolahragaan yang bersangkutan tidak diakui.
Intervensi Pemerintah ini rupanya sedikit membuat PSSI sedikit ciut, buktinya ada keputusan yang sedikit menimbulkan rasa optimis pada masyarakat ketika mereka (tim banding) mengumumkan hasil banding kedua calon yang sudah terjegal. Walaupun di dalam keputusannya tidak mengabulkan banding dari kedua calon yang sudah ditolak, namun tim banding juga menggugurkan semua keputusan tim verifikasi, artinya kesemua calon kembali bisa bertanding, hanya yang menjadi kontroversi lagi tim banding menyerahkan semuanya kepada PSSI. Di sinilah pesimisme kembali muncul, karena jika semua diserahkan kepada PSSI berarti sama saja nasib kedua calon yang dijegal itu di tangan Nurdin Khalid Cs karena sebagian anggota PSSI itu adalah kroninya Nurdin Halid.
Sebenarnya dengan adanya intervensi pemerintah itu melahirkan dilema yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Di satu sisi intervensi pemerintah bisa mendatangkan sanksi FIFA terhadap PSSI dan tim nasional, namun di satu sisi jika pemerintah tidak turun tangan tampaknya Nurdin Halid Cs susah untuk digulingkan. Ada beberapa negara yang pernah terkena sanksi FIFA karena campur tangan pemerintah terhadap federasi sepak bolanya, seperti Irak yang pernah dilarang mengadakan pertandingan internasional selama satu tahun, hal yang sama juga pernah dialami Nigeria.
Penulis yakin kita semua bukan takut dengan sanksi FIFA tersebut, namun coba kita berfikir cerdas seandainya sanksi FIFA itu benar-benar diberlakukan bagaimana nasib tim nasional kita yang sedang berusaha untuk bangkit dari keterpurukan. Terlepas dari itu semua seharusnya pengurus PSSI (Nurdin Halid Cs) dapat memahami keinginan masyarakat yang menginginkan perubahan, jangan sampai kejadian di Mesir terjadi lagi di tubuh PSSI, karena ketika masyarakat sudah sampai pada batas kesabaran tentunya akan melakukan salah satu cara yang selama ini sudah didengung-dengungkan yaitu revolusi di tubuh PSSI. Sebenarnya masyarakat sudah jemu dengan tindak kekerasan dalam menyelesaikan setiap masalah, namun jika cara-cara yang baik sudah tidak bisa lagi untuk melakukan perubahan jangan disalahkan kalau masyarakat melakukan gerakan people power nya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar