Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Selamat Datang di Blog saya!
Welcome atau kata orang Arab "Ahlan Wa Sahlan"
Semoga bisa memberikan manfaat!!! Amin.

Sabtu, 24 September 2011

Puisi Bahasa Pemulutan (Bengen)


BENGEN
Oleh: Syamsul Bahri


Bengen…….
Banyak ume deng ngelolon
Dimane-mane banyak lunggu’an
Kalu disamekan mak gunung lagi barisan
Tapi kalu diselek lame-lame terase bagus nian

Bengen……..
Banyak ume musem betanem
Di ume banyak urang bejalan mondor
Karne nak ngejer ume kereng
Tetep betanem walau ari Minggu atau lebor

Makini……
Musem ngetem sudah datang
Urang yang beume terase senang
Tapi kadang ade yang merase susah
Sebab nenger banyak urang bepolah

Makini……
Kalu datang musem bepolah urang
Padi banyak terase kurang
Apelagi yang banyak utang
Kepalak pening dagu panjang
Jangan be jadi urang gile renang


Toboali, 24/9/2011

Minggu, 11 September 2011

Valentine, Maulid dan Pertikaian (Rubrik Hotline, Bangka Pos, 18/2/2011


Valentine, Maulid dan Pertikaian
Ada yang menarik untuk dicermati di bulan Februari 2011 ini, yakni dua perayaan yang sama-sama bermuara dari rasa kasih sayang (mahabbah), peringatan valentine day dan maulid Nabi Muhammad SAW.  Valentine day adalah perayaan yang mengekpresikan rasa kasih sayang (mahabbah) terhadap sesama manusia dilaksanakan setiap tanggal 14 Februari. Berbagai kegiatan dilakukan untuk menunjukkan rasa kasih sayang, baik itu terhadap suami-isteri ataupun pasangan yang sedang menjalin asmara. Sedangkan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW dirayakan setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, ini sebagai implementasi dari rasa kasih dan sayang (mahabbah) terhadap Nabi Muhammad SAW, manusia paling mulia di antara makhluk ciptaan Allah.
Kedua perayaan tersebut terasa lebih istimewa di tahun ini, sebab tanggal 12 Rabiul Awwal tahun ini jatuh pada tanggal 15 Februari, artinya perayaan maulid Nabi Muhammad SAW jatuh sehari setelah perayaan valentine day. Kedua perayaan ini perlu disambut dengan respon yang baik,  apalagi di saat sekarang bangsa kita sedang dilanda beberapa kejadian yang sangat bertolak belakang dengan dua perayaan tersebut. Tercatat dalam pekan kedua di bulan Februari, bulan yang dijadikan ikon kasih sayang, sudah terjadi beberapa kejadian yang membuat hati kita miris. Peristiwa tewasnya tiga warga Ahmadiyah di Pandeglang Banten dan pengrusakan tiga gereja di Temanggung dan yang terbaru penyerangan Pondok Pesantren Al Ma’hadul Islam (YAPI) di desa Kenep, Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. (Tribunnews.com, 15 Februari 2011).
Melihat fenomena seperti ini, perayaan valentine day dan maulid Nabi Muhammad SAW terasa hambar, karena jauh api dari panggang. Sepertinya perasaan cinta dan kasih sayang terhadap sesama yang didengung-dengungkan oleh dua perayaan tersebut hanya isapan jempol belaka. Mungkin benar pendapat sebagian orang bahwa perayaan-perayaan yang sering kita lakukan termasuk valentine day dan maulid Nabi Muhammad adalah hanya sebatas seremonial saja. Kita tidak bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jika kita benar-benar meresapi makna dari perayaan valentine day dan maulid Nabi Muhammad SAW, tentunya kita akan bisa mengontrol diri untuk tidak saling bermusuhan antar sesama, menganiaya sesama dengan mengatasnamakan agama, karena seyogyanya semua agama maupun keyakinan tidak mengajarkan kekerasan apalagi permusuhan. Sehingga kekeliruan besar jika kita mengatasnamakan agama untuk menghujat, menyakiti bahkan membunuh sesama kita.
Sekarang mari kita berfikir cerdas, apakah yang kita dapatkan dari pertikaian yang telah terjadi di negeri yang kita cintai ini selain dari kerugian. Mudah-mudahan perayaan valentine day dan maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan kita, sehingga tidak ada lagi kekerasan, kerusakan, permusuhan dan tindakan anarkis lainnya. Dan semoga rasa kasih sayang kita terhadap sesama tidak terbatas pada waktu valentine day atau maulid Nabi Muhammad saja.
Syamsul Bahri, S.Pd.I
Kepala MTs Al-Hidayah Toboali
Jl. Raya Keposang Toboali

UN Bukan Penentu Kelulusan? (Rubrik Hotline, Bangka Pos, 28/1/2011


UN Bukan Penentu Kelulusan?
Ada yang menarik untuk dicermati dalam pelaksanaan ujian nasional (UN) untuk SMA/SMK/MA dan SMP/MTs yang akan dilaksanakan pada bulan April 2011 ini. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan UN tahun ini akan banyak perubahan yang diterapkan oleh pemerintah, yang paling banyak disosialisasikan adalah sistem penentu kelulusan siswa. Jika tahun sebelumnya nilai UN murni menjadi penentu kelulusan, maka di tahun ini selain nilai UN, nilai rapor juga diperhitungkan sebagai penentu kelulusan siswa. Untuk siswa SMP/MTs nilai rapor semester satu hingga semester lima dan untuk SMA/SMK/MA semester tiga sampai lima.
Nilai tersebut ditambah dengan nilai ujian sekolah yang disebut nilai semester (SM). Setelah itu barulah SM digabungkan dengan nilai UN, hasil gabungan nilai tersebut menjadi nilai akhir (NA). NA inilah yang nanti menjadi penentu kelulusan. Menurut anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Pusat Jamaris Jamna saat pertemuan dengan perwakilan dinas pendidikan kabupaten/kota se Babel beberapa hari yang lalu bahwa NA terdiri dari 0,06 UN ditambah dengan 0,04 NS. Rata-rata NA 5,5 dan tidak ada nilai di bawah 4,0”. (Bangka Pos,  25 Januari 2011).
Namun adanya batas nilai minimal yang harus didapat oleh siswa dalam setiap mata pelajaran yang di UN kan, yaitu 4,00 akan menjadi masalah. Karena jika nilai ujian nasional diberi batas minimal artinya formulasi kelulusan ujian nasional tahun ini sama saja dengan tahun lalu, tapi hanya bungkusnya yang diganti. Coba kita fikirkan, jika seorang siswa dalam ujian nasional nanti mendapat nilai di bawah 4,00 pada satu mata pelajaran, maka menurut analisa awam penulis otomatis siswa tersebut tidak lulus, karena jangankan untuk mengkombinasikan nilai UN dengan NS, untuk syarat minimal nilai UN saja sudah di bawah standar, jadi percuma saja nilai semesternya tinggi.
Maka jika penulis boleh berandai-andai, seandainya formulasi kelulusan ujian nasional bisa dirubah, penulis mengusulkan agar batas minimal 4,00 ditiadakan saja. Jadi berapapun nilai ujian nasional dan nilai ujian sekolah, baik tinggi atau rendah tetap bisa dibagi untuk mencapai rata-rata standar kelulusan 5,5. 

Syamsul Bahri, S.Pd.I
Kepala MTs Al-Hidayah Toboali
Jl. Raya Keposang KM. 8 Toboali

Biarkan Rakyat Menambang (Rubrik Hotline, Bangka Pos, 13/4/2011)


Biarkan Rakyat Menambang

            Tidak bisa dipungkiri bahwa provinsi Bangka Belitung terkenal dengan beberapa komoditas unggulan yang diekspor, yaitu sektor perkebunan lada, karet dan sawit serta sektor pertambangannya yaitu biji timah. Oleh karena itulah sebagian besar mata pencaharian masyarakat Bangka Belitung bergantung pada komoditas-komoditas di atas. Ketergantungan itu terlihat jelas ketika beberapa bulan yang lalu harga komoditas-komoditas itu mengalami keanjlokan harga dampaknya menular ke mana-mana.
            Di antara komoditas-komoditas di atas, tampaknya timah masih menjadi primadona bagi masyarakat untuk dijadikan sumber mencari uang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu masyarakat berlomba-lomba membuka tambang skala kecil atau tambang inkonvensional (TI) tanpa memperdulikan akibat yang akan ditimbulkan. Saking primadonanya timah ini, berbagai program pemerintah yang direncanakan, mulai dari reklamasi lahan pertambangan menjadi perkebunan sampai kepada penyuluhan dan himbauan dengan tujuan mengajak masyarakat untuk beralih dari timah terkesan mubazir, karena dipandang sebelah mata atau bahkan tidak digubris sama sekali oleh masyarakat.
            Digulirkannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan dicetuskannya keputusan menteri perindustrian dan perdagangan No. 146/MPB/Kep/4/1999 tentang pencabutan timah sebagai komoditas strategis seolah menjadi pemicu lahirnya aktivitas-aktivitas penambangan skala kecil atau tambang inkonvensionl (TI) tersebut dan konsekwensinya menyebabkan gelombang perubahan terhadap sektor perekonomian masyarakat yang dulunya mengidolakan pertanian beralih ke sektor pertambangan.
            Sebenarnya keinginan pemerintah untuk merubah paradigma masyarakat tentang timah sudah sering dilakukan. Selain tentang moratorium pertambangan, ada juga program corporate social sponsbility (CSR) di bidang perkebunan oleh sejumlah perusahaan. Namun belum jelasnya izin hak guna usaha (HGU) dan belum siapnya data realisasi program CSR seperti yang terjadi di Kabupaten Bangka Barat (Bangka Pos, 30 Maret 2011), membuat masyarakat menjadi pesimis kembali.
Melihat sikap masyarakat yang terus ngotot untuk tetap menambang tampaknya pemerintah harus benar-benar berfikir keras untuk mencari solusi terbaik. Artinya harus ada kebijakan yang pro rakyat yang bersifat simbiosis mutualisme sehingga kegiatan pertambangan masyarakat tetap berlanjut dan kerusakan alam juga bisa diminimalisir. Kebijakan tersebut tentunya juga harus bisa memberikan ketenangan kepada masyarakat dalam melakukan kegiatan penambangan.  
            Adanya usulan wilayah penambangan rakyat (WPR) yang sudah dilakukan oleh Kabupaten Belitung Timur (sudah disetujui) dan Kabupaten Bangka Barat (masih dibahas DPR) merupakan suatu langkah yang luar biasa. Karena dengan adanya WPR ini masyarakat bisa lega dan tak perlu khawatir dalam melakukan penambangan. Bupati Belitung Timur Basuri T Purnama menyebutkan WPR ini adalah sebuah karunia sehingga masyarakat memiliki kesempatan untuk menambang di lahannya sendiri, tentunya semua itu melalui mekanisme yang sudah disyaratkan, yaitu masyarakat harus memiliki izin penambangan rakyat (IPR). (Bangka Pos, 5 April 2011).
            WPR ini juga salah satu cara untuk melegalkan pertambangan masyarakat. WPR akan mengurangi carut marutnya sistem pertambangan selama ini. Karena ketidakteraturan tersebut membuat masyarakat menambang seenaknya. Oleh karena ketika dicari siapa yang bertanggung jawab tidak ada yang mau bertanggung jawab. Di dalam WPR ini masyarakat diberikan tempat untuk menambang, jika masyarakat menambang di luar WPR baru bisa dikatakan melanggar dan bisa diberikan sanksi. Harapan kita dan tentunya harapan masyarakat Bangka Belitung kebijakan WPR ini bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Semoga.
Syamsul Bahri
Ketua Karang Taruna Keposang Toboali
Jalan Raya Keposang KM. 8 Toboali

Rabu, 07 September 2011

Perlunya Pendidikan Budi Pekerti (Rubrik Opini Bangka Pos, 6/9/2011)


Perlunya Pendidikan Budi Pekerti
Oleh: Jumiati, S.Sos.I
PAUD Permata Bunda Toboali


            Salah satu tempat yang tepat untuk melaksanakan pendidikan budi pekerti adalah di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
PAUD merupakan pendidikan yang amat mendasar dan strategis, karena masa usia dini merupakan usia emas dan peletak dasar (pondasi awal) bagi  pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini terjadi lonjakan luar biasa pada perkembangan anak, untuk itu pondasi awal harus benar-benar kuat dan kokoh yaitu melalui asupan gizi seimbang, perlindungan kesehatan, asuhan penuh kasih sayang dan rangsangan pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan dan kemampuan masing-masing anak.
Pemberian rangsangan pendidikan dapat dilakukan sejak lahir bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Rangsangan pendidikan ini hendaknya dilakukan secara bertahap, berulang, konsisten dan tuntas, sehingga memiliki daya ubah (manfaat) bagi anak. Rangsangan pendidikan dapat dilakukan melalui pendidikan di rumah (home base) dan pendidikan di luar rumah (center base) dan keduanya harus selaras dan saling mendukung, sehingga diperoleh manfaat yang optimal.
Lembaga PAUD dari tahun ketahun terus mengalami perkembangan yang pesat, ini dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah satuan pendidikan anak usia dini yang cukup signifikan yang diprakarsai oleh masyarakat secara mandiri di seluruh pelosok tanah air. Dengan adanya perkembangan pendidikan anak usia dini ini diharapkan mental anak-anak sebagai generasi bangsa ke depan benar-benar dapat kita persiapkan baik jasmani maupun rohaninya. Melalui pendidikan ini anak akan diasah kecerdasaan akademiknya (IQ), kecerdasan mental spiritual atau budaya dan agama (EQ dan SQ).
 Sayangnya sebagian besar orang tua dan pendidik cenderung menganggap lebih penting kecerdasan akademik (IQ) dibandingkan kecerdasan mental spritual atau budaya dan agama (EQ dan SQ). Sehingga sering terjadi anak memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi tetapi tidak memiliki akhlak yang terpuji. Kondisi ini terjadi, salah satunya karena minimnya referensi dan acuan bagi orang tua dan pendidik tentang pola pengasuhan dan pendidikan berbasis pengembangan mental dan spritual (salah satunya tentang penanaman budi pekerti).
Penanaman Budi Pekerti
Menurut M. Imran Pohan dalam bukunya Budi Pekerti dalam Rangka Sosialisme Indonesia (1966), menerangkan bahwa budi pekerti ialah segala tabiat atau perbuatan manusia yang berdasar pada akal atau pikiran. Karena akal atau budi merupakan kesadaran, keinsyafan, maka budi pekerti mencakup perbuatan yang dilakukan atas keinsyafan menentukan baik buruk.
Sedangkan menurut A. Tabrani Rusyan dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Budi Pekerti mengemukakan bahwa pengertian budi pekerti adalah kehendak yang biasa dilakukan atau segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiataan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan atau bisa dikatakan juga sebagai kualitas tingkah laku, ucapan, dan sikap seseorang yang mempunyai nilai utama atau hina.
Dengan menelaah dari dua pendapat di atas, budi pekerti sebagai salah satu aspek kecerdasan yang dimiliki anak harus ditanamkan sejak dini, dibina dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mengarah pada pembentukan perilaku dan kepribadian yang baik.
Penanaman budi pekerti pada anak memang harus dilakukan sedini mungkin, mengingat masa-masa anak di usia dini mudah merekam setiap informasi yang baru dalam otaknya, apakah itu informasi yang sifatnya positif maupun negatif. Pendidikan budi pekerti bagi anak tidak cukup hanya dengan teori-teori saja, tetapi yang penting dan efektif adalah dengan memberikan contoh, menceritakan kisah-kisah dan panutan. Perilaku orang tua dan pendidik haruslah menjadi contoh dan panutan di hadapan anak-anak. Oleh karena itu mereka dituntut menghiasi dirinya dengan akhlak serta budi pekerti yang luhur.
Selain hal di atas keharusan menanamkan budi pekerti bagi anak sejak usia dini dikarenakan anak-anak mempunyai daya rekam dalam otaknya yang luar biasa, sehingga sekecil apapun nilai positif yang kita ajarkan akan tetap melekat sampai menjelang dewasa dan akan mempengaruhi tingkah laku mereka kedepan. Mengingat kecerdasan anak-anak didik kita yang majemuk, maka diperlukan penggunaan metode/teknik yang bervariasi agar masing-masing anak mudah memahami apa yang diajarkan sesuai dengan kecerdasan masing-masing.
Metode Penanaman Budi Pekerti
Beberapa metode yang digunakan dalam penanaman budi pekerti pada anak usia dini, di antaranya, metode karyawisata, Metode Bermain Peran, Metode Bercerita dan metode outbond. Metode karyawisata bermanfaat dalam menanamkan budi pekerti dengan mengasah kecerdasan natural atau kepekaan anak terhadap lingkungaan yang menjadi objek karyawisata, kemudian metode bermain peran merupakan suatu kegiatan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda di sekitar anak, dapat dipakai anak untuk mengembangkan daya khayal atau imajinasinya. Melalui metode bercerita anak dapat membedakan contoh perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk, dapat pula dikembangkan ke arah perkembangan daya cipta, daya pikir, keterampilan, bahasa, dan perilaku/emosi anak. Kemudian melalui metode outbond yang penuh dengan permainan bertujuan agar anak merasa senang dalam belajar dan lebih dekat dengan alam.
Dengan mengetahui keempat metode di atas, kita selaku orang tua/tenaga pendidik/yang terlibat dengan pendidikan anak-anak usia dini bisa menerapkannya sesuai dengan kecerdasan masing-masing anak, sehingga penanaman atau pendidikan budi pekerti pada anak didik kita benar-besar bisa dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.***